Pernahkah kalian membayangkan jika suatu saat obat yang kita perlukan tidak dapat ditemukan di fasilitas kesehatan seperti di apotek, klinik, puskesmas dan rumah sakit?

Selama bertahun-tahun, hampir 90% dari bahan baku obat yang digunakan di Indonesia berasal dari luar negeri. Ketergantungan yang tinggi ini menyebabkan pasokan obat menjadi tidak stabil, terutama saat muncul krisis global atau masalah logistik internasional.

Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Kesehatan sedang mempercepat inisiatif untuk mencapai kemandirian di sektor farmasi. Salah satu langkah penting yang diambil adalah memproduksi bahan baku obat secara mandiri di dalam negeri, sehingga ketergantungan pada produk impor dapat diminimalisir. Pemerintah bersama sektor industri dan akademisi saling berkolaborasi untuk menciptakan ekosistem farmasi lokal yang kuat. Diharapkan, Indonesia tidak hanya menjadi negara yang sehat, tetapi juga mandiri dalam pemenuhan kebutuhan obat.

Visi Besar Kemandirian Farmasi

Kementerian Kesehatan menargetkan agar Indonesia dapat mandiri dalam sektor farmasi dan alat kesehatan. Ada tiga tujuan utama:

  1. 10 jenis bahan baku obat prioritas bisa diproduksi di dalam negeri.
  2. 10 jenis alat kesehatan utama bisa dipenuhi oleh industri lokal.
  3. Produk yang terdaftar di e-katalog tidak boleh lagi diimpor jika sudah ada di dalam negeri.

Selain itu, Kementerian Perindustrian berperan dalam mendukung kemandirian farmasi melalui program P3DN (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri) dan sertifikasi TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Inisiatif ini bertujuan untuk membuat produk farmasi lokal lebih kompetitif dan memiliki pasar yang lebih jelas di dalam negeri.

Tiga Program Strategis Kemandirian Farmasi

Program strategis untuk mempercepat kemandirian bahan baku obat di dalam negeri, antara lain:

  1. Penelitian dan Pengembangan

Kemenkes menjalankan program perubahan sumber bahan baku obat serta memperkuat penelitian di industri bahan baku obat.

Dari tahun 2022 hingga 2024, Kemenkes mendukung 42 industri farmasi agar lebih banyak menggunakan bahan baku obat yang diproduksi di dalam negeri, termasuk membantu pembiayaan Uji Bioekivalensi (BE) untuk enam bahan baku obat konsumsi terbesar berdasarkan nilai, yang meliputi:

  1. Atorvastatin
  2. Clopidogrel
  3. Amlodipin
  4. Candesartan
  5. Azitromisin
  6. Bisoprolol
  • Dukungan Produksi dan Insentif

Pemerintah memberikan insentif baik fiskal maupun non-fiskal serta mempercepat proses izin edar bagi produk yang menggunakan bahan baku lokal. Harapannya, langkah ini dapat mendorong investasi di sektor farmasi nasional.

  • Jaminan Pasar Lokal

Perdagangan impor diatur dengan ketat. Jika suatu produk dapat diproduksi di Indonesia, impor akan dibatasi, sehingga industri lokal memiliki pasar yang berkelanjutan.

Farmasis: Lebih dari Sekadar “Tukang Obat”

Kebanyakan orang mungkin hanya mengenal peran farmasis di apotek. Namun, dalam era kemandirian farmasi, kontribusi farmasis jauh lebih luas:

  1. Inovator di laboratorium – meneliti bahan baku obat lokal yang aman dan efektif.
  2. Ahli produksi di industri – menjamin obat lokal memenuhi standar kualitas yang baik sesuai dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
  3. Penggerak kebijakan – mendukung regulasi yang menguntungkan produk dalam negeri.
  4. Edukator di masyarakat – membangun kepercayaan publik terhadap obat-obatan lokal.

Berbagai peran yang strategis ini, farmasis menjadi elemen penting dalam ekosistem farmasi nasional dan turut berkontribusi dalam menentukan masa depan ketahanan kesehatan bangsa.

Dampak Positif untuk Negeri

Kemandirian farmasi memberikan berbagai keuntungan bagi negara, antara lain:

  1. Mengurangi ketergantungan pada produk impor, sehingga ketersediaan obat tetap terjaga saat krisis.
  2. Memperkuat perekonomian nasional dengan menciptakan lapangan kerja di sektor farmasi.
  3. Mendorong inovasi di lingkungan kampus, karena penelitian tentang bahan baku lokal menjadi semakin relevan.
  4. Meningkatkan keyakinan masyarakat bahwa produk obat yang diproduksi di Indonesia setara dengan yang ada di pasar internasional.

Kesimpulan: Industri Farmasi untuk Bangsa

Kemandirian dalam sektor farmasi merupakan proses yang panjang yang memerlukan kerjasama dari semua pihak. Pemerintah menetapkan kebijakan, sementara sektor industri berinovasi, dan para farmasis—termasuk mahasiswa serta akademisi—berperan penting dalam menciptakan terobosan baru.

Setiap penelitian yang dilakukan di laboratorium, semua karya ilmiah yang berfokus pada penggunaan bahan baku dalam negeri, hingga setiap pengujian bioekivalensi yang dilaksanakan, merupakan bagian dari dedikasi kita kepada negara.

Farmasis lebih dari sekedar sebuah pekerjaan; peran farmasis sebagai sumbangsih yang nyata untuk mencapai tujuan Indonesia yang sehat dan mandiri dalam hal obat-obatan.

Daftar Pustaka:

  1. https://setkab.go.id/wujudkan-indonesia-mandiri-bidang-kesehatan-kemenperin-optimalkan-produk-dalam-negeri/ 
  2. https://kemkes.go.id/id/kemenkes-targetkan-indonesia-bisa-mandiri-farmasi-dan-alat-kesehatan 
  3. https://kemkes.go.id/id/3-langkah-percepat-produksi-bahan-baku-obat-dalam-negeri 
  4. https://unair.ac.id/dorong-produksi-mandiri-bahan-baku-obat-indonesia-lewat-sintesis-bahan-alam/  
  5. https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/kemenkes-dorong-indonesia-mandiri-produksi-bahan-baku-obat-dalam-negeri/