Menurut Theodore Levitt dari Harvard, inovasi adalah kemampuan mengaplikasikan solusi kreatif terhadap permasalahan dan peluang yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, inovasi merupakan kegiatan menghasilkan sesuatu yang baru dan bermanfaat dalam menyelesaikan persoalan sehari-hari. Dari proses inilah lahir Kekayaan Intelektual (KI), yaitu hasil olah pikir manusia yang bernilai dan dapat memberikan manfaat luas.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau intellectual property rights merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap karya cipta manusia di bidang seni, sastra, ilmu pengetahuan, estetika, dan teknologi. HKI bersifat hak privat (private rights), artinya pencipta memiliki kebebasan untuk mendaftarkan karyanya atau tidak. Meski begitu, pencatatan karya menjadi sangat penting karena dapat menjadi bukti kepemilikan serta menjamin perlindungan hukum ketika terjadi pelanggaran.
Salah satu bentuk perlindungan KI adalah hak cipta. Hak ini bersifat eksklusif bagi pencipta dan timbul secara otomatis setelah karya diwujudkan dalam bentuk nyata, tanpa harus melalui proses pendaftaran. Perlindungan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Mahasiswa Program Studi S1 Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata, telah menghasilkan berbagai inovasi produk kefarmasian. Beberapa di antaranya adalah Madu Analhawa, Hadagi Obat Batuk, Madu Cengkeh, Minyak Telon Coco, Madu Alang Ravada, dan ND Traditional Mask. Selain itu, terdapat pula karya ilmiah berupa booklet, seperti katalog obat herbal yang disusun melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Guwosari, Pajangan, Bantul. Karya-karya tersebut telah didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melalui Sentra KI Universitas Alma Ata sebagai bentuk perlindungan hak cipta.
Hak cipta tidak melindungi ide, melainkan ekspresi atau perwujudan dari ide. Karena itu, meskipun dua orang memiliki gagasan yang sama, hasil karyanya tetap berbeda sepanjang ekspresi atau bentuknya berbeda (DJKI, 2020). Pelanggaran dapat terjadi, misalnya dengan mengutip tanpa menyebutkan sumber, memperjualbelikan ciptaan tanpa izin, atau memperbanyak karya untuk tujuan komersial tanpa sepengetahuan pencipta. Jika karya sudah terdaftar dan dilindungi hukum, pelanggar dapat dituntut secara hukum.
Perlindungan ciptaan juga memiliki jangka waktu tertentu. Misalnya, karya ilmiah dilindungi selama 70 tahun, program komputer 50 tahun sejak pertama kali dipublikasikan, karya siaran 25 tahun, dan karya lain seperti fotografi, potret, audiovisual, permainan video, serta terjemahan mendapatkan perlindungan hingga 50 tahun. Hal ini sesuai dengan Pasal 58 dan 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
Dengan adanya perlindungan melalui HKI, karya inovasi di bidang farmasi tidak hanya diakui, tetapi juga terlindungi dari tindakan pelanggaran. Selain itu, pencatatan KI memberi manfaat besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan, pemberdayaan masyarakat, serta meningkatkan kontribusi nyata perguruan tinggi dalam menghasilkan produk inovatif yang bermanfaat.